Dasar Hukum Gadai Syariah (Fatwa DSN-MUI No.25/2002)

Dipublikasikan pada 17 Sep 2025

Gadai atau rahn adalah salah satu instrumen keuangan yang banyak digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak. Dalam Islam, praktik gadai diperbolehkan dengan syarat harus sesuai syariah, yaitu tidak mengandung riba, gharar (ketidakjelasan), maupun unsur yang merugikan salah satu pihak. Untuk itulah, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan Fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn yang menjadi dasar hukum gadai syariah di Indonesia.

Apa Itu Fatwa DSN-MUI No.25/2002?

Fatwa ini ditetapkan pada tanggal 26 Juni 2002 oleh DSN-MUI. Isinya menjelaskan ketentuan dan tata cara pelaksanaan gadai syariah (rahn) agar sesuai dengan prinsip Islam.

Fatwa ini mengatur agar transaksi gadai tidak menimbulkan praktik riba atau keuntungan yang tidak sah, tetapi murni sebagai akad utang-piutang yang dijamin dengan barang (marhun).

Pokok-Pokok Isi Fatwa DSN-MUI No.25/2002

  1. Definisi Rahn
    Rahn adalah menahan barang milik nasabah sebagai jaminan utang, sehingga pemberi utang memiliki hak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut apabila nasabah tidak mampu membayar kewajibannya.
  2. Ketentuan Hukum
    • Rahn dibolehkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, dan ijma’ ulama.
    • Barang yang digadaikan (marhun) harus bernilai dan dapat dijual.
    • Nasabah (rahin) tetap memiliki hak atas barangnya, hanya ditahan sementara sebagai jaminan.

 

  1. Hak dan Kewajiban Pihak Terkait
    • Rahin (penggadai): wajib melunasi utang sesuai perjanjian agar barang jaminannya bisa diambil kembali.
    • Murtahin (penerima gadai/lembaga): wajib menjaga barang gadai dengan baik dan tidak boleh memanfaatkannya tanpa izin.
  2. Biaya (Ujrah/Pengganti Jasa)
    • Lembaga gadai syariah boleh mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang.
    • Biaya tersebut tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman (bukan bunga), melainkan murni jasa penitipan.
  3. Eksekusi Barang Gadai
    Jika nasabah tidak dapat melunasi utangnya setelah jatuh tempo:
    • Barang gadai bisa dijual melalui mekanisme lelang syariah.
    • Hasil penjualan digunakan untuk melunasi utang dan biaya penyimpanan.
    • Jika ada kelebihan, harus dikembalikan kepada nasabah; jika kurang, nasabah tetap wajib melunasi sisanya.

Landasan Syariah Fatwa

  • Al-Qur’an:
    “Jika kamu dalam perjalanan dan tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang...” (QS. Al-Baqarah: 283).
  • Hadis:
    Rasulullah SAW pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi untuk memperoleh makanan (HR. Bukhari-Muslim).

Hal ini menjadi dalil kuat bahwa gadai diperbolehkan selama sesuai dengan syariat Islam.

Relevansi Fatwa DSN-MUI No.25/2002 di Indonesia

Fatwa ini menjadi pedoman utama bagi lembaga keuangan syariah di Indonesia, termasuk perusahaan gadai syariah. Dengan adanya fatwa ini, masyarakat memperoleh kepastian bahwa praktik gadai yang dijalankan tidak mengandung unsur riba, sehingga lebih aman, halal, dan menenteramkan hati.

Penutup

Fatwa DSN-MUI No.25/2002 tentang Rahn adalah dasar hukum yang memastikan gadai syariah berjalan sesuai dengan prinsip Islam. Melalui fatwa ini, masyarakat dapat memanfaatkan layanan gadai untuk kebutuhan finansial tanpa khawatir terjerat praktik yang dilarang dalam agama.

 

News Image